Bahaya PP No. 28/2024 Tolak Legalisasi Seks Bebas Sebelum Terlambat!
Andi Wiyanda
Foto: Tolak Legalisasi Seks Bebas
Oleh : H.Ajiriang,S.Sos (Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Lubuk Linggau Koordinator :Bidang Ekonomi - Bidang Wakaf Dan Kehartabendaan - Bidang Pendidikan Kader - Bidang Pengembangan Cabang dan Ranting)
Pengantar Dari Saya Selaku Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Lubuk Linggau
Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya, sering kali menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan antara modernisasi kebijakan dan menjaga moralitas masyarakat. Salah satu kebijakan terbaru yang menimbulkan perdebatan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Kebijakan ini memuat beberapa pasal yang dianggap kontroversial, terutama terkait dengan edukasi dan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Banyak pihak yang khawatir bahwa kebijakan ini dapat menjadi pintu masuk bagi legalisasi seks bebas, yang jelas bertentangan dengan norma sosial dan agama yang berlaku di Indonesia.
Menggugat Pasal Kontroversial dalam PP No. 28/2024
Pasal 103 ayat (4) huruf e dari PP No. 28 Tahun 2024 menjadi sorotan utama karena mencakup penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja. Kebijakan ini, meskipun dimaksudkan untuk melindungi kesehatan reproduksi, berpotensi disalahartikan sebagai dukungan terhadap perilaku seks bebas di kalangan pelajar. Konsep ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat yang merasa bahwa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan upaya menjaga moralitas dan budi pekerti luhur yang menjadi fondasi pendidikan nasional.
Penting untuk dipahami bahwa pendidikan seks bukanlah hal yang sepenuhnya ditolak. Justru, edukasi yang tepat mengenai kesehatan reproduksi diperlukan untuk membekali generasi muda dengan pengetahuan yang benar tentang risiko dan tanggung jawab seksual. Namun, memasukkan penyediaan alat kontrasepsi dalam kebijakan ini tanpa pembahasan yang matang dan partisipasi masyarakat dapat menimbulkan kesalahpahaman dan menyuburkan praktik-praktik yang tidak diinginkan.
Mengapa Harus Menolak?
Bertentangan dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya:
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk yang beragama dan memegang teguh nilai-nilai keagamaan. Setiap kebijakan yang menyentuh aspek moralitas harus mempertimbangkan norma-norma agama yang berlaku. Legalisasi penyediaan alat kontrasepsi tanpa pengawasan yang ketat bisa diartikan sebagai pembiaran terhadap perilaku seks di luar nikah, yang jelas bertentangan dengan ajaran agama.
Risiko Terhadap Generasi Muda:
Remaja adalah kelompok yang rentan dan berada dalam fase pencarian jati diri. Kebijakan yang memberikan akses mudah terhadap alat kontrasepsi bisa disalahartikan oleh remaja sebagai lampu hijau untuk terlibat dalam perilaku seks bebas. Padahal, remaja perlu didorong untuk memahami pentingnya menjaga diri dan menghindari perilaku yang berisiko terhadap masa depan mereka.
Kurangnya Partisipasi Masyarakat:
Setiap kebijakan publik seharusnya dirancang dengan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan yang langsung diterapkan tanpa dialog yang memadai dengan masyarakat berpotensi menimbulkan penolakan dan resistensi. Dalam kasus ini, kebijakan PP No. 28 Tahun 2024 memerlukan peninjauan ulang agar tidak menimbulkan polemik yang lebih besar.
Alternatif Kebijakan yang Lebih Tepat
Untuk mencapai tujuan kesehatan reproduksi yang diinginkan tanpa mengorbankan nilai-nilai moral, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan beberapa langkah alternatif:
Peningkatan Edukasi Seksual yang Berbasis Nilai:
Alih-alih menyediakan alat kontrasepsi, pemerintah bisa fokus pada peningkatan edukasi seksual yang berbasis nilai-nilai agama dan budaya. Edukasi ini bisa meliputi penjelasan tentang pentingnya menjaga kesucian diri, risiko perilaku seksual bebas, dan tanggung jawab dalam hubungan antar lawan jenis.
Pengawasan Ketat dan Konseling:
Jika memang diperlukan, penyediaan alat kontrasepsi harus dilakukan dengan pengawasan yang ketat dan disertai dengan konseling yang tepat. Konseling ini harus diberikan oleh tenaga profesional yang memahami kondisi psikologis dan sosial remaja, serta mampu memberikan bimbingan yang sesuai.
Dialog Terbuka dengan Masyarakat:
Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan orang tua, untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi isu kesehatan reproduksi. Kebijakan yang disusun berdasarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat akan lebih mudah diterima dan diimplementasikan.
Perdebatan mengenai PP No. 28 Tahun 2024 dan potensinya untuk melegalkan seks bebas menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam merancang kebijakan publik yang menyentuh aspek moralitas. Dalam konteks Indonesia yang beragam dan religius, kebijakan seperti ini harus dipikirkan dengan matang dan disosialisasikan dengan baik agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan resistensi di masyarakat.
PP No. 28/2024 membawa ancaman nyata terhadap moralitas generasi muda Indonesia jika tidak ditangani dengan tepat. Sebagai Pimpinan Muhammadiyah Kota Lubuk Linggau, saya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu menolak segala bentuk kebijakan yang berpotensi melegalkan seks bebas, khususnya di kalangan remaja. Kita harus menjaga nilai-nilai luhur agama dan budaya kita, serta melindungi generasi muda dari pengaruh negatif yang bisa merusak masa depan mereka.
Menolak legalisasi seks bebas bukan berarti menolak kemajuan dalam bidang kesehatan reproduksi. Sebaliknya, ini adalah panggilan untuk menyusun kebijakan yang seimbang, yang menghormati nilai-nilai luhur bangsa sekaligus melindungi generasi muda dari pengaruh negatif yang bisa merusak masa depan mereka. Pemerintah diharapkan dapat meninjau ulang kebijakan ini dan melibatkan masyarakat dalam setiap langkah yang diambil, agar hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan cita-cita bangsa yang bermartabat.
Kita berharap pemerintah bisa mendengarkan suara masyarakat dan meninjau ulang kebijakan ini dengan mempertimbangkan aspek moral, agama, dan budaya yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa kebijakan yang dibuat bukan hanya berorientasi pada kepentingan kesehatan fisik semata, tetapi juga menjaga kesehatan moral dan spiritual bangsa.(*)
Berita Populer
Lihat Semua2
3
4
5
6
7
8
9
10
Opini
Politik & Hukum
Lihat SemuaLinggau juara & Linggau Tersenyum Jargon Atau Doubtful Positioning Dalam Pandangan Adnan Nursal
Adnan Nursal kritisi efektivitas jargon "Linggau Juara" dan "Linggau Tersenyum." Apakah mencerminkan realitas atau justru meragukan? Temukan jawabannya di sini.
Pengaruh Aktivis dalam Menentukan Hasil Pilkada 2024
Telusuri peran penting aktivis dalam pemilihan kepala daerah 2024. Pelajari kunci sukses mereka dan bagaimana memanfaatkannya untuk masa depan yang lebih baik.
Mengungkap Rahasia Tim Pemenang Pilkada Lubuk Linggau 2024
Intip strategi ampuh tim pemenang Pilkada Lubuk Linggau 2024! Pelajari taktik jitu dan tips sukses memenangkan hati pemilih. Jangan lewatkan!
Khazanah
Lihat Semua1
2
3
4
5